Kapulaga (Amomum cardamomum) selama ini dikenal sebagai rempah untuk masakan dan juga lebih banyak digunakan untuk campuran jamu. Di beberapa daerah kapulaga dikenal dengan nama kapol, palago, karkolaka, dan lain-lain. Nama asing kapulaga adalah pai thou kou (bahasa Tionghoa).
Orang Yunani menyebut buah itu cardamomom yang kemudian dilatinkan oleh orang Romawi menjadi cardamomum. Dalam bahasa Inggris disebut cardamom. Dalam bahasa Thai disebut krava, elaichi dalam bahasa Hindi, dan elakkaai dalam bahasa Tamil.
Semula ditemukan tumbuh alamiah di daerah Pegunungan Malabar, pantai barat India. Karena laku di pasar dunia, kemudian banyak ditanam di Sri Lanka, Thailand, dan Guatemala. Di Indonesia mulai dibudidayakan sejak 1986.
Dalam perdagangan kemudian ditawarkan juga varietas kapulaga lain dari pegunungan tinggi Mysore (India) yang buah lonjongnya lebih membulat, dan lebih disukai karena lebih sedap. Berbeda dengan kapulaga Malabar yang tandan bunganya merayap, tandan bunga kapulaga Mysore tumbuh tegak.
Dari Sri Lanka ditawarkan Elettaria cadamomum var. major sebagai Ceylon cardamom. Buahnya lebih lebar dan pipih daripada kapulaga Malabar, E. cardamomum var. minor. Dari Thailand, kemudian juga ditawarkan Siamese cardamom yang masih sejenis dengan kapulaga Indonesia , Amomum cardamomum.
Tumbuhan kapulaga tergolong dalam herba dan membentuk rumpun, sosoknya seperti tumbuhan jahe, dan dapat mencapai ketinggian 2-3 meter dan tumbuh di hutan-hutan yang masih lebat. Kapulaga hidup subur di ketinggian 200-1.000 meter di atas permukaan laut.
Buah Kapulaga
Awalnya memang hidup liar, namun kini kapulaga dibudidayakan sebagai tanaman rempah. Tumbuhan berbatang basah ini memiliki batang berpelepah daun yang membalut batangnya. Letak daunnya berseling-seling. Bunga tumbuhan ini tersusun dalam tandan yang keluar dari rimpangnya.
Buahnya berbentuk bula telur, berbulu, dan berwarna kuning kelabu. Buahnya berkumpul dalam tandan kecil dan pendek. Bila masak, buahnya akan pecah dan membelah berdasarkan ruang-ruangnya. Di dalamnya terdapat biji yang berbentuk bulat telur memanjang.
Kapulaga berbuah pada umur 3 tahun. Buah kapulaga muncul dari batang semu dekat tanah, dan merayap bersama tandannya yang sepanjang 1 m, ke tanah sekitarnya. Supaya tidak kotor kecipratan tanah kalau hujan, petani pemiliknya menyelipkan lembaran plastik sebagai alas di bawah tandan buah itu.
Buah lonjong sepanjang 1 cm yang bersisi tiga itu dipetik kalau sudah montok, padat berisi, setengah matang. Warna hijaunya sudah berubah hijau muda. Tadinya hijau tua. Ketika berubah warna itulah baunya sedap sesedap-sedapnya.
Di India, buah yang sudah dikeringkan, disortir menurut ukuran dan warnanya. Yang sudah kuning jerami cantik, dikemas sebagai buah siap jual, sedangkan yang belum dipucatkan dulu dengan uap belerang. Penjagaan mutu inilah yang membuat India menjadi pengekspor kapulaga yang digemari orang.
Buah yang sudah kering menjadi keriput, bergaris-garis, berisi 4 – 7 butir biji kecil coklat kemerah-merahan. Rasanya agak pedas seperti jahe, tetapi baunya tidak.
Kapulaga lokal adalah tanaman dataran rendah. Dia hanya bisa tumbuh baik dan berproduksi optimal pada lahan dengan ketinggian mulai dari 0 sampai dengan 700 meter di atas permukaan laut (m. dpl). Sebaliknya, kapulaga sabrang justru hanya mau tumbuh baik di dataran tinggi mulai dari 700 sampai dengan 1.500 m. dpl.
Yang juga membedakan kapulaga lokal dengan kapulaga sabrang adalah buahnya. Buah kapulaga lokal tumbuh berupa dompolan yang menempel di atas tanah. Tiap dompolan berisi antara 10 sampai dengan 20 butiran buah. Buah kapulaga lokal berbentuk bulat. Diameternya sekitar 1 cm. Dalam buah tersebut ada segmen-segmen yang terpisah dan berisi butiran biji.
Yang membedakan kapulaga lokal dengan kapulaga sabrang adalah produktifitasnya. Kapulaga lokal dengan sistem tanam tumpangsari populasi 1.400 tanaman per hektar, akan mampu berproduksi sekitar 2,8 sd. 3 ton buah basah per tahun.
Produksi kapulaga sabrang var. malabar lebih tinggi yakni 4,2 sd. 4,5 ton per hektar per tahun. Sementara var. mysore hanya sekitar 2 ton per hektar per tahun. Hingga yang selama ini lebih banyak dikembangkan oleh para petani kita hanya var. malabar.
Kapulaga lokal sudah mampu berproduksi pada umur 1,5 tahun setelah tanam dengan bibit anakan yang baik. Sementara kapulaga sabrang, baik yang malabar maupun mysore baru mulai berbuah pada umur 2 tahun. Harga kapulaga lokal selalu lebih murah dibanding kapulaga sabrang. Biasanya harga kapulaga sabrang tiga kali lipat dibanding kapulaga lokal.
Dengan catatan petaninya tahu bahwa komoditas yang dijualnya memang bisa bernilai tinggi. Jadi kalau harga buah kapulaga lokal kering Rp 20.000,- per kg, maka harga kapulaga sabrang bisa mencapai Rp 60.000,- per kg. Namun kalau petani tidak tahu, komoditas mahal ini bisa hanya dijual dengan harga dua kali lipat atau sama dengan kapulaga lokal.
Pemanfaatan kapulaga lokal sebagian untuk industri farmasi dan sebagian lagi sebagai bumbu. Baik kapulaga lokal maupun sabrang adalah komoditas ekspor. Selain untuk bumbu dan industri farmasi, kapulaga juga merupakan bahan minyak atsiri dan oleoresin.
Dalam perdagangan internasional, minyak kapulaga dikenal dengan nama Cardamon Oil. Kandungan True Cardamon Oil adalah terpen, terpeneol dan sineol. Sementara False Cardamon Oil selain mengandung tiga bahan tadi juga masih ada kandungan berneol dan kamfernya.
Manfaat Buah Kapulaga
Biji, yang diambil dari tumbuhan sebelum buah masak benar, dapat dimanfaatkan sebagai obat. Dalam dunia obat-obatan biji yang telah dikeringkan dinamakan semen cardamomi. Selain bijinya, yang digunakan untuk obat adalah bagian akar, buah, dan batangnya.
Kapulaga mengandung minyak atsiri, sineol, terpineol, borneol, protein, gula, lemak, silikat, betakamfer, sebinena, mirkena, mirtenal, karvona, terpinil asetat, dan kersik. Dari kandungan tersebut kapulaga memiliki khasiat sebagai obat batuk. Kapulaga juga memiliki khasiat untuk mencegah keropos tulang.
Kapulaga memiliki aroma bau sedap sehingga orang Inggris menyanjungnya sebagai grains of paradise. Aroma sedap ini berasal dari kandungan minyak atsiri pada kapulaga. Minyak atsiri ini mengandung lima zat utama, yaitu
borneol (suatu terpena) yang berbau kamper seperti yang tercium dalam getah pohon kamper.
Beberapa pabrik bumbu juga mengekstrakkan minyak asiri dari biji kapulaga menjadi oil of cardamom yang kemudian dikemas dalam botol. Dalam bentuk minyak ini pula, kapulaga dipakai untuk menyedapkan soft drink dan es krim Amerika di pabriknya.
Potensi Produk Buah Kapulaga
Para petani desa hutan di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo kini diuntungkan dengan tanaman kapulaga. Jenis tanaman rempah-rempah ini hanya sekali tanam dan dapat dipanen berkali-kali setiap bulan.
Harganya pun mencapai sekitar Rp 40 ribu per kilogram. Di samping itu, perawatan terhadap tanaman ini tidak terlalu rumit, bahkan sebagian besar menjadi kegiatan sampingan ibu-ibu rumah tangga. “Harga kapulaga kering mencapai Rp 40 ribu per kilogram.
Setelah panen, tanaman ini akan terus berbuah,” ujar Kepala Desa (Kades) Sedayu Drs Kosim di desanya. Dikatakan, para petani memanfaatkan bantuan bibit kapulaga dari Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah, ditanam secara tumpang sari di lahan hutan Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Selatan, di petak 100 B
Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Katerban, yang berbatasan dengan DIY di ujung Barat Laut Kabupaten Kulonprogo. Ditanam di lahan seluas kurang lebih 25 hektar. Dari bantuan benih yang diterimanya pada tahun 2007 itu menurut Kosim, sekarang sudah dapat dipanen dengan masa panen setiap bulan sekali.
Kegiatan penanaman kapulaga ini melibatkan sekitar 98 orang dari sekitar 354 petani yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Sedyo Rahayu. Di samping sebagai kegiatan sampingan, tanaman jenis kapulaga ini juga mudah perawatanya.
Hal ini juga diakui Sutrisno (34) salah seorang petani setempat. Bahkan menurutnya, pemeliharaan tanaman ini tidak terlalu sulit. “Paling hanya membersihkan rumput yang tumbuh di sekitar tananam disertai pemupukan,” katanya seraya menambahkan, harga kapulaga basah di tingkat petani sekitar Rp 8.000 per kilogram.
Kapulaga ini sekaligus juga sebagai program pupuk organik yang dilakukan oleh para petani. Mereka memanfaatkan pupuk kandang dan kompos rumah tangga untuk memupuk tanaman ini. Kapulaga dapat tumbuh subur di tempat teduh atau di bawah kayu tegakan Perhutani, yang sebagian besar berupa tanaman pinus
Kapulaga hanya mau tumbuh baik di bawah naungan. Hingga komoditas ini cocok untuk dikembangkan sebagai tanaman tumpangsari pada kebun-kebun tanaman keras. Misalnya di hutan jati, kebun kopi, kakao, petai, jeruk dan lain-lain yang bagian bawah tegakannya masih menerima sedikit sinar matahari.
Kebun sawit dan karet misalnya, sulit untuk diberi tumpangsari kapulaga karena tajuknya sangat rapat. Bisa juga kapulaga ditumpangsarikan dengan pisang. Satu baris tanaman pisang diselingi dengan satu baris tanaman kapulaga. Untuk naungan kapulaga bisa dipilih lamtoro, glirisidia, kaliandra, albisia atau dadap.
Sebab meskipun sudah ditumpangsarikan dengan pisang, apabila tidak diberi naungan khusus, pertumbuhan kapulaga tidak akan optimal. Dengan cara tanam tumpangsari, satu hektar lahan dapat diisi dengan pisang atau tanaman tahunan sebanyak 300 sampai 400 pohon dan kapulaganya sekitar 1.400 sampai dengan 1.500 rumpun.
Tanaman pisang, setelah lewat umur satu tahun, tiap tahunnya dapat dipanen dua kali masing-masing satu tandan @ 15 kg. per rumpun. Bararti dari pisang akan didapat hasil antara 9 sampai dengan 12 ton buah. Dengan harga per kg Rp 500,- (di Jawa) maka dari satu hektar lahan tumpangsari itu akan didapat hasil Rp 4.500.000,- sampai dengan Rp 6.000.000,-
Kalau yang ditanam kapulaga lokal (ketinggian lahan di bawah 700 m. dpl), maka hasilnya per rumpun per tahun 2 kg. buah kapulaga basah atau 0,5 kering. Berarti dari tiap hektar dengan populasi 1.400 sampai 1.500 rumpun kapulaga lokal itu akan didapat hasil 2.8 sampai dengan 3 ton buah basah atau 560 kg. sampai 600 kg.
Buah kering (bobot buah kering ± 20% dari bobot buah basah). Dengan harga Rp 20.000,- per kg. maka hasilnya antara Rp 11.200.000,- sampai Rp 12.000.000,- per hektar per tahun.
sumber